Breaking News

Jadikan Aku Santrimu

Jadikan Aku Santrimu
Karya: Cak Rul

“Pak, opo oleh aku mondok?” (Yah, apa boleh saya mondok?) tanya Syaiful sambil mondar-mandir di teras rumah berharap sang Ayah mengijinlkannya untuk mondok.

“Apa alasannya?”

“Lihat dulu kondisi keuangan Ayah, makan saja susah, kok kamu minta mondok”.

“Wah, Bapak iki” (wah, Ayah ini). Sambil tangan Syaiful menggaruk-garukk rambutnya yang hitam sedikit panjang. “Aku hanya ingin seperti teman-teman Yah, bisa ngaji, bisa baca kitab Yah” raut muka Syaiful menjadi memerah, matanya berbinar-binar seakan-akan ingin meneteskan air matanya.

Syaiful bisa memahami bagaimana kondisi keluarganya, namun tekad bulat Syaiful untuk mondok terhalangi oleh keuangan. Hampir setiap hari keluarga Syaiful memakan karak (nasi yang sudah kering) dan tempe goreng sebagai lauknya.
Syaiful hanya mempunyai rumah yang terbuat dari kayu, sedangkan temboknya terbuat dari gedek (kayu bambu yang di nanam).
“Sudahlah nak, jangan bikin pusing kepala Ayah, Ayah meancari uang buat makan sehari-hari aja masih kurang gini, kok malah kamu mau minta mondok? Sedangkan biaya mondok itu mahal nak”.
Ucap Ibunya, sambil mendekati Syaiful dan mengelus-elus rambutnya. Namun Syaiful tetap saja menginginkan agar dia dipondokkan bersama teman-temannya.
Syaiful terus membayangkan bagaimana rasanya hidup di pondok. Dimana di pondok jauh dari orang tua dan bisa belajar hidup mandiri. Namun tak disangka sang Ayah dan Ibu tak mengizinkannya untuk mondok.
Lir ilir, lir ilir
Bangunlah, bangunlah
Tandure wes sumilir
Tanaman sudah bersemi
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar…
Demikian menghijau bagaikan pengantin baru
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi…
Anak gembala, anak gembala panjatlah (pohon) belimbing itu
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro…
Biar licin dan susah tetaplah kau panjat untuk membasuh pakaianmu
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir…
Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di bagian samping
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore…
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung padhang rembulane,
Mumpung bulan bersinar terang,
mumpung jembar kalangane…
mumpung banyak waktu luang
Yo surako… surak iyo…
Ayo bersoraklah dengan sorakan iya
Demikian lirik lagu yang dinyanyikan oleh Syaiful sambir mengembara kambbing di tanah lapang. Lagu ini memotivasi Syaiful untuk pergi mondok. Namun apa boleh buat, Ayah dan ibuny tak menghendaki untuk mondok.
Pondok adalah sebuah tempat bertemunya antara kiai, santi, dan kitab, guna untuk belajar pendidikan agama islam.
“Hey, ngelamun wae” (Hey, ngelamun aja).
“Ehh, kamu sejak kapan disini?”
“Sejak kamu berhenti bernyanyi”.
Rupanya Amir tengah memandanginya sepanjang ia mengembara kambing.
“Dah sore nih, yuk pulang?”
Sepanjang perjalanan, mereka berdua nampak asik mengobrol.
“Mir, aku kan mau mondok nih, tapi kedua orang tuaku tidak menyetujui”.
“Emangnya kenapa?”
“Biasa, kamu kan tahu keadaan keluargaku sekarang”.
“Udah, nurut orang tua itu lebih penting Ful”.
Nampak makin sore, suasana semakin gelap nan sepi. Terdengar suara adzan di masjid dengan merdunya. Tak lupa pujian (sholawat untuk mengisi waktu kosong setelah adzan). Nyala lilin nampak bercahaya di tiap-tiap bangunan rumah-rumah.

Sang kiai sudah menempati tempat duduknya, seperti biasa syaiful duduk di sebelah amir. Hanya lilin yang menemani ngaji mereka.

Advertisement

Cari sesuatu di sini

Close