Breaking News

Ada Apa Dengan Kampus

Ada Apa Dengan Kampus

Ada apa dengan kampus? Mengapa ramai tepi sepi? Siapa yang harus disalahkan? Itu adalah sebuah pertanyaan para mahasiswa di STITMA.

Kampus tidak ada apa-apa, ramai dan sepinya suasana adalah perasaan kita sendiri, serta tidak ada yang bisa disalahkan. Hanya saja kita semua, baik dosen maupun mahasiswa harus mengintropeksi diri.

Di atas saya menyebutkan tidak ada yang disalahkan. Namun disini ada sedikit keganjalan yang perlu diluruskan. Banyak dari mahasiswa yang berpikir seperti itu. Maka, bisa ditarik kesimpulan bahwasanya ada sedikit kekeliruan daripada peraturan kampus. Disini ada beberapa argumen dari mahasiswa yang mengatakan sedikit keganjalannya;

1. "Saya merasa tertekan dengan adanya peraturan kampus yang baru."

2. "Saya merasa kampus ini semakin banyak mahasiswanya, tapi kok tambah terasa sepi ya?"

3. "Kurasa kampus belum bisa adil, lha wong ketika mengadakan kegiatan saja kadang banyak organisasi yang tidak diundang, padahal lho ya tinggal buat surat saja, kok repot amat."

4. "Tolong ya fasilitas diperpustakaan ditambahi, dari dulu bukuknya hanya iya itu saja."

Dari pendapat di atas, pihak kampus seharusnya perlu kesadaran dengan tanggapan para mahasiswanya. Banyak mahasiswa yang mengeluh akibat dari peraturan yang baru.

Perlu diketahui, terkait dengan pembayaran tidak perlu yang kita bahas, sebab antara pembayaran dan pembangunan hampir seimbang sehingga tidak ada yang di rugikan. Meski ada beberapa mahasiswa yang membanting tulangnya, atau menggadaikan BPKB, Sertifikat tanah, dll itu sudah menjadi kewajiban sebagai seorang mahasiswa dalam kuliahnya.

Ada beberapa problem yang sudah terjadi sekitar 2 tahun lalu, dan sampai saat ini kampus belum juga menyelesaikannya.

Pertama, ada dua UKM yang belum mendapatkan base camp, yaitu UKM LPM dan UKM Saung Artma. UKM LPM saat ini menggabung dengan kantor BEM, dan UKM Saung Artma masih menggabung dengan Sanggar Pramuka. Sehingga dua UKM ini tidak memiliki ruang yang cukup untuk bebas beraktivitas.

Kedua, terkait dengan BEM. Kampus belum bisa percaya penuh terhadap pengurus BEM yang mana tahun lalu BEM mendapati berbagai masalah, dan dirasa tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut. Namun, pasca bergantinya Presiden Mahasiswa yang baru, kampus masih belum bisa percaya penuh terhadap BEM. Sehingga setiap kegiatan BEM dijadikan wayangnya kampus. Apakah ini yang dinamakan pemikiran dewasa? Hal yang sudah lalu biarkanlah berlalu, dan harus dihapuskan dari memori kampus khususnya para dosen yang mempunyai paradigma yang jelek terhadap BEM saat ini. Dan masalah yang lalu tidak perlu di perpanjang lagi.

Ketiga, kembali ke awal lagi. Kampus dengan ringan tangan membiarkan 35 mahasiswanya cuti sebab belum bisa melunasi pembayaran. Apakah semudah itu kampus membiarkan masalah tersebut. Bukankah jargon awal adalah KAMPUS RELIGI TEMPAT SOLUSI, tapi kok banyak mahasiswa yang cuti...!!! Seharusnya dari pihak kampus meberikan dispensasi khusus terhadap ke-35 mahasiswanya dalam meringankan pembyaran. Dan pemberian dispensasi tersebut dilakukan dengan cara menyurvei langsung ke rumah masing-masing mahasiswa. Apakah memang benar-benar tidak mampu melunasi segala biaya perkuliahan itu karena faktor ekonomi atau faktor keluarga atau faktor yang lain.

Dari beberapa paparan di atas, kampus khususnya para dosen perlu mengintropeksi diri dan merefleksikan masalah tersebut untuk mendapatkan solusi yang solutif.

Advertisement

Cari sesuatu di sini

Close