Breaking News

Bulan Menatap Malam

Sumber gambar: freepik.com
Oleh: Ach. Kurniawan

Rasanya benci dan hambar. Malam begitu dingin. Malam tak lagi ramai, tapi sepi dengan kebisingan yang sunyi. Malam sangatlah tak ramah, membiarkan Bulan sendirian.

Kini Bulan tak hanya membenci malam, tapi ingin berpisah dengan malam dan selalu mengharap pagi.

Setiap malam, Bulan tak lagi bersinar indah, dia diam. Wajahnya muram, Bintang-Bintang sungguh bingung menatap Bulan.

"Aku ingin lewatkan malam dalam diam, atau biarkan aku tertidur hingga pagi menjelang” ujar Bulan kepada Langit.

Langit menatap sendu wajah Bulan.
Senyumannya memang telah hilang sejak peristiwa itu, di kala malam-malam merenggut kebahagiaan Bulan.

Langit hanya diam.

Bintang-Bintang meminta Langit untuk bertanya pada Bulan. Tapi, Langit diam. Langit merasa tak berdaya. Bulan terlalu rapuh, sendu, menyedihkan… Langit bagai melihat keriput di wajah Bulan.

Baca juga: Mencari Habibie di Masa Depan

Padahal, belum lama, Bulan begitu bersinar. Sinar cinta yang menyilaukan hingga kadang Langit tertegun menatapnya. Bulan melompat riang ketika berjumpa malam. Bulan nampak makin indah dengan hiasan malam.

Tapi, kenapa… Bulan kini lebih banyak diam, dan justru membenci malam. Langit berpikir keras, sambil mencoba mengingat-ingat sejak kapan Bulan mulai terlihat murung.

"Kenapa harus ada cinta, ya?” tanya Bulan pada Langit.

"Karena dengan cinta, segalanya indah…” jawab Langit menatap Awan, sahabat sehatinya.

"Tapi, kenapa justru cinta melukaiku..” tanya Bulan.

Kini Langit ingat apa kata-kata Bulan di malam itu. Bulan terluka karena cinta. Cinta yang pernah Cahaya berikan padanya. Yah, semua ini karena Cahaya… Langit tak bisa diam mengingat itu. Langit harus menemui Cahaya.

"Cahaya…kenapa kau lukai Bulan?” tanya Langit ketika mendatangi Cahaya yang bersembunyi di dalam gua.

"Aku tidak melukainya, justru aku yang terluka karenanya”
Kamu bohong…”

"Tidak, justru aku sangat mencintai Bulan”

"Lalu, kenapa kau tega melukai hati Bulan…?”

Cahaya terdiam. Dirinya seperti tak sanggup lagi bertahan dengan keadaan dirinya yang payah. Redup, bagai tak bernyawa.

"Aku mencintai Bulan, dan ingin terus menyinarinya….”

"Lalu….” tanya Langit tak sabar. Langit tak memerhatikan betapa rapuhnya Cahaya.

"Tapi, aku salah… tidak seharusnya kuberikan cinta pada Bulan, karena aku telah punya cinta yang lain. Yang menunggu untuk aku sinari…” jawab Cahaya takut-takut Langit akan menyerangnya.

"Lalu kenapa kau dekati Bulan?” tanya Langit tak sabar ingin menghantam perut Cahaya.

"Karenaaku begitu mengagumi Bulan, dia indah, memukau….”

"Kamu jahat. Kini Bulan terluka dengan harapan darimu…”

"Iya, maafkan aku… aku juga mencintainya, karena itu aku juga tersiksa”

"Sekarang siapa yang kamu pilih, Bulan atau dia?”

"Aku… aku akan tinggal bersama dengan dia dalam waktu dekat…”

"APAAAAAAAA” Langit pun tak kuasa menahan amarah dan menghantam perut Cahaya. Cahaya terpelanting hingga ke pojok gua.

Langit segera bergegas kembali menemui Bulan. Bulan masih murung. Bintang-Bintang masih mengelilingi Bulan yang bersedih hati.

Begitu melihat kedatangan Langit, Bulan berkata.

"Aku tak pernah berharap cinta… karena aku sangat takut jatuh cinta…”

 "Diadatang dengan sendirinya, Bulan…” jawab Langit.

"Tapi aku tak pernah meminta, Cahaya yang mendekatiku…”

"Cinta itu begitu halus hadir di hatimu, hingga kau tak mampu sadari… ”ujar Langit.

"Tapi, kemudian pergi dengan begitu kasar hingga kau sangat kaget kalau cinta ternyata telah pergi dari hatimu” sambung Awan.

Baca juga: Pendidikan dan Kapitalisme

"Tapi, aku tak pernah mengharap Cahaya…” ujar Bulan.

"Hari itu Cahaya begitu baiknya hingga Bulan terpesona… Bulan nyatakan cinta kepada Cahaya.. baru kali ini cinta begitu indah karena Cahaya” ujar Bulan tersenyum getir.

Langit, Awan dan Bintang-Bintang terdiam mendengarkan Bulan.

"Tapi, tiba-tiba, Cahaya menatap malam dan bilang, ’Bulan bukanlah yang Cahaya inginkan…’

"Cahaya meninggalkan Bulan dan berkata, ada yang lain, kan dia sinari… dan itu bukan Bulan…” tangis Bulan.

Cahaya per cahaya pergi ketika berjumpa malam.

Bulan pun menjadi membenci malam.

Bulan tersedu sedan di hadapan Langit, berharap Langit mau memeluknya dan menyediakan pundaknya untuk Bulan.

Langit terdiam.

Langit menatap matahari yang akan terbenam.

Langit berharap, malam tak datang hari ini.

Tentang Penulis:
Penulis adalah mahasiswa STITMA semester 7 di Tahun 2019. Yang lahir pada tanggal 13 September 1995. Seorang laki-laki desa yang gemar menulis, serta memiliki intelektual tajam. Mudah memahami sesuatu, meskipun itu asing. Memang itulah kelebihannya. Penasaran! Silakan kepoin akun media sosialnya. Facebook: Kurnia De Gea Dombos.

Kirim tulisan:
Kirim tulisanmu agar dipostingnya di website resmi LPM STITMA, dengan cara mengirim lewat e-mail: lpmstitmatuban12@gmail.com, atau datang langsung ke basecamp UKM LPM.

Advertisement

Cari sesuatu di sini

Close