Pahlawan Rupawan
Oleh : Nofi Ristiyowati
Kepada siapa kamu mengaduh ketika mengeluh?
Kepada siapa kamu bersandar ketika semangat mulai memudar?
Kepada siapa kamu jatuh cinta untuk pertama kalinya?
Jawabannya ... Ayah.
Namun, kali ini beda. Tidak ada yang menjadi tempat tuju kala aku mulai mengeluh. Tidak ada tempat bersandar kala semangat yang awalnya berkobar perlahan memudar. Tidak ada yang bisa menafsirkan seberapa tulusnya perasaan bernamakan cinta. Tidak ada, karena sosoknya telah berpulang di sisi-Nya.
Apakah salah, jika rindu ini hadir tanpa mengenal lelah? Apakah pantas, jika rasa rindu ini tetap tumbuh meskipun kutahu tak akan pernah mendapatkan balas? Apakah bisa, sosok yang tak lagi mampu kupandang dengan mata tiba-tiba hadir memeluk tubuhku yang terasa semakin lemah?
Peluk, aku rindu peluk hangat itu ketika tak sanggup lagi menghadapi masalah yang cukup pelik. Kecup, kecup keningku ketika mulai ada kerutan sebab tak lagi mampu mengutarakan perasaan lewat sebuah ucap.
Hari ini, detik ini. Kerinduan akan segala hal datang kembali. Entah kapan bisa terobati. Entah kapan aku dengannya bisa berjumpa lagi. Tentu saja bukan dalam mimpi atau imajinasi.
"Selamat hari pahlawan rupawan!"
Aku ingat kalimat itu. Kalimat yang tiada beda terucap setiap tahunnya. Meskipun hanya mampu terucap dalam bilangan yang entah berapa jumlahnya.
Saat ini, kalimat yang sama tak terdengar lagi. Berganti do'a yang tak pernah terhenti. Harapannya kau tak pernah menyesal memiliki putri yang manja seperti aku, bahkan ketika kau telah pergi.
Selamat hari pahlawan rupawan, Ayahku tersayang!
Tuban, 10 November 2019
Social Footer