Breaking News

Wajah Kampus Mulai Bopeng


Oleh: Va_3

Akhirnya setelah merenung beberapa waktu. Di karenakan tak sedikit keluh kesah dari temen-temen sesama mahasiswa yang saya dengar, dari semester satu hingga semester akhir. Nalar, nurani dan jemari saya tak tahan juga untuk menulis tentang kampus.

"Wajah Kampus Mulai Bopeng" Yaa itulah kata-kata yang tepat untuk kampus kita saat ini. Perlu diketahui bopeng adalah kata yang mewakili deskripsi tentang cacat berlubang-lubang yang terlihat pada wajah ( KBBI edisi III, 2008).

Menuliskan kebenaran adalah cara terbaik untuk memuji kampus. Sekali lagi, ungkapan kebenaran itu cara terbaik yang disukai kampus, sepahit apapun kebenaran itu. Konstruksi itulah yang menggerakan jari jemari saya untuk menulis tulisan ini.

Kenapa saya katakan wajah kampus mulai bopeng? Yaa lihat saja dari pengajar, bangunan yang sejajar, hingga anggaran yang tak wajar dirasa memberatkan bagi kami sebagai mahasiswa.

Kampus yang katanya mau beralih menjadi institut ini berusaha sebaik mungkin memperbaruhi sistem administrasi, fasilitas kampus, hingga tenaga pengajar agar cepat beralih dari Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makhdum Ibrahim (STITMA) menjadi Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama' (IAINU).

Namun, dengan adanya pembaruhan itu, birokrasi kampus tidak menyadari bahwa yang di lakukan itu merugikan mahasiswanya, mahasiswa yang sebagian besar berasal dari keluarga kalangan menengah kebawah, bisa kuliah saja sudah allhamdulilahnya luar biasa. Tapi usaha untuk kuliah mendapatkan pendidikan yang layak hanyalah sebatas angan, nyatanya bukan pendidikan layak yang didapat malah beban yang bertambah.

Dengan adanya wajah-wajah pengajar yang baru, dengan gayanya yang mengikuti trend masa kini, dengan wajah ganteng dan cantiknya diharapkan mampu mentransfer ilmunya dengan baik, mampu memahami materi lebih dari kemampuan mahasiswanya. Ladalah, nyatanya zonk yang kami dapat.

Tenaga pengajar dengan wajah-wajah baru tersebut ketika masuk kelas hanya duduk mendengarkan mahasiswa presentasi, ketika presentasi telah selesai bukanya memperjelas materi yang didiskusikan tapi malah cepat-cepat menutup perkuliahan tersebut.  Ada juga ketika mahasiswa menyanggah jawaban dosen yang dirasa tidak tepat, dengan PDnya dosen tersebut menjawab "Iya maaf karena tadi malam bu guru tidak belajar" Aduuuh sungguh malunya jika itu saya yang berada di posisinya.

Ada juga ketika masuk kelas menyalakan proyektor, membuka materi dan menyuruh salah satu mahasiwa yang menjelaskan kepada teman-teman di kelasnya, sungguh wajarkah..?? Kami yang membayar dosen dengan harapan mendapat ilmu darinya malah kita disuruh memahami sendiri, hingga menjelaskan lantas beruntungnya dosen di kelas hanya duduk manis tapi mendapat gaji, sedangkan kami sebagai mahasiswa sudah membayar tapi tidak mendapatkan apa yang kita inginkan.

Kemudian dengan adanya anggaran perkuliahan setiap tahun semakin melunjak, yang dirasa itu tidak wajar bagi kami sebagai mahasiswa, apalagi sistem administrasi saat ini yang diharuskan membayar terlebih dahulu agar bisa mengisi KRS naik juga dua kali lipat itu yang kami lihat di kertas yang berstempel di depan ruang kelas kami masing-masing, dengan jangka waktu kurang lebih satu minggu yang kami lihat di poster yang ditempel di samping poster kalender akademik  itu sangat-sangat memberatkan kami sebagai mahasiswa.

Apalagi di akhir bulan lalu baru selesai melunasi pembayaran semester sebelumnya dan di awal bulan ini harus melunasi untuk masuk ke semester selanjutnya. Haduh bapak rektor, kami ini hanya manusia yang hidup di lingkup desa, pekerjaan orang tua kami kebanyakan hanya sebagai petani malah ada mahasiswa yang bekerja sendiri dengan penghasilan yang kurang, iya kalau hanya menyekolahkan satu anak namun ketika harus menyekolahkan 4 anak atau lebih, lalu bisa dibayangkan uang dari manakah yang didapat? Jangan jadikan kami sebagai ATM berjalan.

Ketika kami sendiri hanya sebagai guru madrasah yang gajinya tidak seberapa, kemudian harus membayar uang kuliah dengan mudahnya, mintanya serba cepat, lantas uang dari mana yang kami dapat?
Inginya kami belajar dengan semangat dan giat tapi nyatanya bukan semangat dan giat yang kita rasa tapi beban berat yang kita pegang erat.
Kampus adalah  miniatur peradaban, ciri kampus tidak bopeng atau sebagai miniatur peradaban yaitu kampus yang memiliki budaya intelektual, kultur demokrasi dan kultur profesional yang di bingkai dalam koredo Tridharma Perguruan Tinggi.

"Saya harap janganlah jadi rektor yang anti kritikan  karena sejatinya pemimpin akan besar dengan kritik dan saran, bukan dengan pujian."

Cari sesuatu di sini

Close