Breaking News

Pelantikan Rektor dan BPP IAINU Tuban


lpmmakhibra.com – Masih dalam nuansa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Santri Nasional (HSN), Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban  gelar pelantikan Rektor dan Badan Penyelenggara Pengelola (BPP) untuk masa khidmat 2021-2026, Kamis (28/10/2021).

Pelantikan yang sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Hari Santri Nasional ini digelar di halaman gedung Hasyim Asy’ari dan dihadiri oleh KH. Yahya Cholil Staquf (Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), KH. Musta’in Syukur (Syuriah PCNU Tuban), Husnul Maram selaku Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur, seluruh Majelis Wakil Cabang (MWC) NU, termasuk badan otonom (banom) dan lembaga-lembaga di bawah naungan NU.

“Saya berharap Pak Huda dan Noor Nahar bisa kembali berkhidmat di NU,” ajak Musta’in Syukur dalam pelantikan Rektor dan BPP.

Musta’in Syukur berharap seluruh kader NU bisa berkhidmat dan berjuang untuk membesarkan NU, karena apapun yang berasal dari NU dan untuk NU, akan kembali ke NU.

“PCNU Tuban ingin mempunyai ketua umum PBNU yang bisa mengerti, memahami, sekaligus peka terhadap apa yang diperjuangkan NU yang ada di daerah-daerah,” tambahnya.

Menurut Musta’in Syukur dengan adanya kepekaan ketua umum PBNU, pengurus cabang tidak lagi disibukkan dan tidak lagi menghabiskan energinya untuk mengonter apa yang dilakukan atau kebijakan apa yang diambil ketua umum PBNU.

Selain itu, hadir juga KH. Yahya Cholil Staqut untuk membaiat Rektor dan Badan Penyelenggara Pengelola (BPP) Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU)  Tuban. 

“Akmad Zaini bisa menjadi rektor IAINU ini karena barokah adanya kemenag yang dihadiahkan negara kepada NU,” ujarnya.

Rata-rata sarjana NU adalah sarjana agama, makanya sekolah NU adanya sekolah agama. Bukan sekolah teknik nuklir, kedokteran atau bahkan ekonomi. 

“Ketika NKRI diproklamirkan ini nyaris tidak ada dari kalangan NU yang sudah menjadi sarjana. Ada Sumitro Joyo Hadikusumo (sarjana ekonomi), Ir. Soekarno dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, semua itu bukan dari kalangan santri,” urainya.

Gus Yahya mengatakan saat pemuda di luar NU sudah menjadi sarjana, anak-anak NU pada saat itu masih di langgar-langgar atau pesantren untuk menimba ilmu. Baru setelah tahun 1980 muncul Faried Masoed, Slamet Efendi Yusuf, Ali Maschan Musa sebagai sarjana dari kalangan NU.

Karena adanya kemenag ada inisiatif untuk mendirikan Institut Agama Islam. Oleh karena itu, kita harus bersyukur kepada bangsa dan negara. Cara bersyukurnya adalah dengan mengembalikan manfaat ke bangsa, bahwa kemenag bukan hanya untuk NU saja melainkan untuk semua agama.

Meskipun kita sudah punya pendidikan modern, kita jangan sampai lupa dengan asal usul. Dulu pesantren paripurna komprehensif dan intregral dengan dimensi kognitif dan dimensi spiritual. 

“Kita tidak boleh meninggalkan dimensi rohani. Saya berharap mahasiswa IAINU tidak hanya disuruh membaca buku saja, tetapi harus dibekali dengan kapasitas rohani yang kokoh karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menambah takwa,” pungkasnya.

Reporter: Dinun Kamila
Editor: Uswatun Kasanah

Advertisement

Cari sesuatu di sini

Close