Breaking News

DAMPAR KENCANA SYAIKHINA


       Pagi yang berkabut, embun yang menetes, daun yang basah dan ayam yang mulai berkokok pertanda sang surya kan menampakkan keindahannya, disebuah pegunungan, diatas bukit, ditengah hutan belantara hiduplah seoarang pemuda dengan rambut ikalnya dia adalah seorang pemimpi, pejuang, pencari sebuah kehakikian, dia adalah sipengembara si mujtahid ilmu dia adalah serorang pahlawan seorang revolutor negeri dia adalah seorang santri. Santri adalah seorang pencari ridho illahi dengan bekal ridho sang kyai dan orangtua nya, dia akan mendapatkan kesuksesan sejati.

         Avicenna adalah pemuda berambut ikal yang tinggal ditengah hutan belantara, disebuah pesantren yang tidak begitu besar namun layak ditinggali disebuah gubuk (bangunan yang tersusun dari kayu) tempatnya merenung tempatnya berkeluh kesah kepada sang ilahi robbi. pesantren yang ia tempati diasuh oleh seorang pendidik pengasuh kyai karismatik yang menjadi kebanggan santrinya, beliau adalah Khalif firdausy beliau adalah seorang pengajar yang tak kenal lelah mengajar santrinya, setiap hari beliau habiskan untuk mengaji dan mengajar. di sebuah bangunan yang tersusun dari kayu yang ditengahnya terdapat satu tiang penyangga yang didalamnya terdapat sebuah bangku dan kursi yang terbuat dari kayu jati yang telah dibentuk sedemikian rupa oleh para santri yang menjadi tempat mengajar sang kyai.

         Dampar kencana itulah julukan tempat yang diberikan oleh santri atas tempat itu. dampar kencana adalah sebuah tahta tertinggi dipesantren dan hanya seorang tertentulah yang bisa mendudukinya. Malam telah tiba, para santri telah bersiap siap menuju kegiatan rutinitasnya yakni mengaji pada sang kyai, begitu juga dengan avicenna, santri berambut ikal itu termasuk salah seorang santri kepercayaan Kyai Khalif, dia menyiapkan segala kebutuhan sang kyai mulai dari tempat mengajar, kitab dan lain sebagainya. Seluruh santri telah duduk ditempatnya masing masing dan kini avicenna pun duduk ditempatnya seraya menunggu sang kyai tercinta,  beberapa menit kemudian kyai khalif pun masuk seraya mengucap salam Assalamu'alaikum ya Abna'!" ucap kyai Khalif “Waalaikum salam ya syaikhi" jawab para santri serentak dan kyai pun duduk menuju tempatnya yakni dampar kencana dan pengajian pun dimulai. 

          Semua santri pun diam memaknai kitab dan mendengarkan penjelasan dari kyai dengan seksama. “Cong cong! Dadi santri kui yo kudu wani melarat, rekoso ndisik amergo kabeh urip kui gurung mesti kepenak, dadi santri kui belajar ilmu ananing urip kui mung sepisan yo kudu digae seng tenanan, nek pondok yo kudu berjuang disik seng paling utomo yo berjuang merangi howo nafsune dewe iku seng perjuangan seng paling gede,kepengen ngelakoni opo seng gak sesuai yo diempet disek, kepengen rabi wayahe iseh ngaji yo di empet disek, gak yo ngunu congg!” pitutur sekaligus canda kyai pada santrinya. (hei anak anak! Jadi santri itu ya harus berani hidup susah, harus berani susah dulu karena semua kehidupan itu belum tentu enak/senang,jadi santri itu belajar ilmu bahwa hidup itu hanya sekali ya digunakan yang serius yang berarti,di pondok itu ya harus berjuang dulu yang paling utama itu ya berjuang untuk melawan hawa nafsunya sendiri itu perjuangan yang paling berat/paling besar, karena punya keinginan untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai ya harus ditahan dulu, ada juga santri yang waktunya asih fokus ingin ngaji mendadak kepengen menikah ya harus ditahan dulu itu,ya nak ya!) dalam bahasa indonesia.

        Setelah dua jam pengajian pun usai, para santripun berbaris rapi untuk bersalaman dengan kyai, sampai pada avicenna bersalaman dengan sang kyai, kyai khalif pun menatapnya dan menepuk punggungnya seraya berkata: ”Nok kene sek yo cong! Sabar onok opo ae yo dilakoni”. deg ! itulah kata yang menembus relung hati avicenna. Dia pun terdiam dan akhirnya berucap ”njih yai” dan sang kyai pun berjalan kembali ke ndalem kesepuhan dan beristirahat. Para santri bubar dan kembali ke gubuk nya masing masing, kini tinggalah avicenna yang masih berada didalam masjid tempat tadi ia mengaji dia merenungkan apa yang tadi diucapkan kyai kepadanya, dia terus diam dan menatap ke arah dampar kencana sambil menahan airmata dan akhirnya ia mendekat kedepan dampar kencana dan menangis disana sambil berkata ”allah....allah...” lirihnya. setelah beberapa jam kemudian dia sudah tenang dan beranjak mengambil air wudhu dan melakukan sholat malam sambil menenangkan hatinya ia terus berdzikir dan dia pun mengingat bagaimana awal dia masuk ke pesantren ini. dulunya dia adalah seorang pengembara yang tidak punya tujuan dia hanya mendapatkan jalan dari mimpinya bahwa dia disuruh berjalan kesebuah daerah pegunungan yang terdapat bukit yang ditengahnya terdapat sebuah bangunan yang ramai dengan banyak orang. dan akhirya dia berjalan kesana kemari sampai dipertemukan dengan seorang yang teduh wajahnya saat dipandang, beliau adalah kyai khalif dan kemudian beliaulah yang membawa avicenna ke tempat ini hingga sekarang dan akhirnya dia pun menjadi kepercayaan kyai. dan dampar kencana itulah tempat dia pertama kali mendengar pitutur sang kyai yang menenangkan hati. sampai saat ini pun tak ada yang menggantikan posisi seorang di dampar kencana tapi tidak tahu lagi suatu hari nanti keturunan sang kyai atau ada seorang yang menempati posisi itu. kedudukan yang hanya dimiliki sang kyai. Dampar kencana sendiri adalah tempat keramat bagi para santri karena hanya disitulah mereka langsung mendapat pitutur kyai bersamaan dengan mengaji dan candaan sang kyai tak bisa dibayangkan lagi bagaimana jika tempat itu menjadi kosong. karena pusat semangat para santri ada bersama dengan sang kyai dan dibalik kesuksesan para santri tak luput dari do’a kyai. Avicenna pun selesai dengan dzikir malamnya dan dia pun berjalan kembali kegubuknya dengan hati yang sedikit lega meninggalkan dampar kencana.

Penulis : Lailatul Mahmuddah

Editor : Lathifatul Aulia.

Advertisement

Cari sesuatu di sini

Close