"Ayo teman-teman kakak kita
sudah datang," teriak salah satu anak jalanan saat melihat kedatangan
muda-mudi yang membawa kardus besar.
Terik matahari mulai menyengat,
keringat mengucur namun semangat anak-anak jalanan itu tak pernah lebur.
Semangat mereka juga semangat muda-mudi ini untuk tetap membersamai mereka.
"Kak Lina bawa apa nih?"
Tanya Juang dengan penuh keheranan.
"Wahh pasti kakak bawa hadiah
untuk kita ya, " ucap Dodo dengan penuh percaya diri, kali ini ia percaya
bahwa dugaannya tak salah.
Mereka adalah sekelompok anak
jalanan, mereka lebih memilih menyisir perkotaan, menyusuri setiap dengkal
jalan dengan nyanyian, atau mengelap kaca mobil-mobil di lampu merah, mereka
melakukan semua itu demi untuk sesuap makan dan uang ketimbang mengenyam
Pendidikan. Untungnya ada komunitas muda-mudi yang peduli dengan kondisi
mereka, pemerintah mana peduli dengan mereka? Yang ada mereka hanya diberi
janji-janji manis, tapi kenyataannya hanya omong kosong.
Dan muda-mudi ini adalah salah satu
komunitas di tengah kota yang masih peduli dengan anak jalanan, muda-mudi
memiliki visi bahwa anak jalanan meskipun mereka tak mengenyam pendidikan, namun
mereka tetap bisa memperoleh ilmu dan pengetahuan, setidaknya untuk bekal di
masa depan. Karena mereka adalah penerus bangsa ini.
“Kak, aku mau buku ini!” ucap Tasya,
gadis cantik dengan rambutnya sebahu, dengan sontak gembira saat melihat buku
yang bergambarkan kartun Frozen, kartun favoritnya.
“Kalau aku mau buku ini! Aku suka
banget buku cerita tentang peperangan,” ujar Dika tak mau kalah saat menemukan
buku komik bergambarkan peperangan.
“Adek-adek semua pasti dapat buku,
sabar ya dan harus bergantian membacanya,” kak Lina berusaha menenangkan
suasana riuh itu, untuk perihal seperti ini kak Lina lah jagonya, sikapnya
keibuan banget dan selalu memberikan kehangatan karena itulah bikin anak-anak
sayang dan nyaman dengan kak Lina.
Setiap seminggu dua hingga tiga kali
komunitas Muda-mudi selalu membawakan oleh-oleh untuk mereka, entah membawa
buku, hadiah kecil, makanan, jajan, ataukah sekedar membawa kebahagiaan. Energi
positif dan kebahagiaan yang mereka tebarkan setidaknya bisa membuat anak jalanan
juga merasakan hal yang sama apa yang muda-mudi rasakan.
Anak jalanan ini setiap individual
memiliki latar belakang dan problematika yang berbeda-beda, ada yang ditinggal
minggat bapaknya atau meninggal salah satunya, ada yang broken home, dan
salah satu keluarganya sakit. Bahkan ada
pula yang memiliki permasalahan ekonomi. Sebab itulah yang menjadikan mereka
seperti ini, mereka harus berjuang dan bekerja demi mengumpulkan pundi-pundi
rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Yang seharusnya hal
seperti itu tak dilakukan oleh anak seumuran mereka. Ku acungi jempol untuk
mereka, mereka anak hebat dan kuat.
Di bawah jembatan terdapat sebuah
gubuk kecil yang depannya ada pohon yang sangat rindang, di dekatnya ada pula
Sungai yang mengalir tapi sayang Sungai yang konon bersih dan sebagai sumber
kehidupan warga sekitar kini sudah tak lagi, sungainya banyak sampah, airnya
pun keruh karena tercemar limbah pabrik. Padahal Sungai itu konon katanya
anak-anak senang sekali bermain disana dengan penuh riang gembira. Semesta
sudah merenggutnya, lagi-lagi ulah manusia.
Di antara anak jalanan ada salah
satu anak yang sangat kritis, Juang namanya. Iya, nama adalah doa maka nama
Juang pantas tersemat pada dirinya, meskipun usianya yang masih belia pemikirannya
ia sangat dewasa, dan karena keadaan lah yang mendewasakannya. Juang selalu
berjuang dan berusaha untuk mewujudkan Impian dan harapannya. Aktivitas yang
dilakukannya adalah menyemir sepatu, menyusuri setiap jengkal jalanan dengan membawa
gerobak kecil yang ia pikul sebagai wadah perkakas semir sepatu. Ia terpaksa
melakukan itu, lagi-lagi demi cuan, tapi ia tetap memiliki Impian. Ia menjadi
satu-satunya harapan keluarga, ibunya sakit keras dan ayahnya telah
meninggalkannya sejak Juang kecil.
Dan Juang ini bisa dibilang berbeda
dengan anak seusianya, bila teman-temannya menyukai buku-buku komik, tetapi
Juang lebih menyukai buku-buku self improvement kalau gak gitu ya buku
novel, aku menilainya dia anak jenius.
“Kak ada buku karangan Bung Andrea Hirata
gak?” Tanya Juang pada kak Rama.
“Kamu ingin baca buku itu? Ih gak
ngomong dari kemarin, aku punya di rumah sih, besok aku bawakan ya,” jawab kak
Rama dengan sedikit menggoda Juang. Kak Rama orangnya memang supel humble,
dan bisa dibilang ia bestinya Juang. Topik apapun yang mereka perbincangkan
pasti terkoneksi, pasalnya Juang juga pemikirannya seperti anak ABG. Kan dia
anak jenius.
“Janji ya, Bang besok bawain buku
itu. Aku ingin banget baca buku itu, kemarin di toko buku kelontong seberang
jalan aku sempat baca sinopsis buku ‘Laskar Pelangi’ dan itu bagus banget
rasanya ingin baca sampai tamat,” Juang menjelaskan alasan mengapa membaca buku
tersebut.
“Oke abang janji,” ucap bang Rama
sambil menyimpulkan jari kelingkingnya pada Juang.
****
Tatkala Mentari mulai meninggi,
pancaran Cahaya pun terasa semakin dekat dengan ubun-ubun. Anak jalanan sudah
hafal kalau di hari Rabu siang pasti kakak komunitas Muda-mudi berkunjung
kesini, tepatnya di basecamp mereka. Seperti biasa pelajaranpun dimulai,
materi yang diberikan pun seperti halnya di sekolah-sekolah, namun kalau disini
pendekatannya lebih ke praktek sehingga mereka pun tak merasa jenuh, dengan itu
juga bisa mengasah skill mereka. Kali ini Muda-mudi mengajak mereka untuk
membuat pohon Impian, dimana setiap anak wajib menuliskan mimpi dan harapan
mereka pada kertas berbentuk daun yang telah disiapkan. Semua anak wajib
menuliskan Impian mereka sebanyak-banyaknya. Anak-anak pun sangat antusias, ada
yang menuliskan ‘Ingin menjadi presiden’, ‘Ingin memberantas korupsi
di Indonesia’ , ‘memajukan Pendidikan Indonesia, mengunjungi Disney
land’, ingin menjadi manager, ‘ingin jadi bos’ dan masih banyak lainnya.
Tapi berbeda dengan Juang, ia menuliskan ‘ingin punya sepasang sepatu’.
Baik mimpi kecil ataupun mimpi yang besar tak ada yang salah.
“Kenapa kamu bermimpi itu?” ucap kak
Lina pada Juang.
“Juang ingin punya sepasang sepatu,
Kak. Karena kekuatan bisa tersembunyi dalam sebuah langkah, selain sepatu bisa
menjadi saksi perjuangan manusia sepatu juga memiliki kemampuan untuk
memberikan rasa percaya diri,” Lukas Juang dengan gayanya seperti seorang
filosofis.
“Selama ini Juang belum pernah punya
sepatu?” tanya kak Lina, Juang pun hanya menggeleng kepala.
“Kakak percaya pasti suatu saat
nanti keinginan Juang akan terkabulkan,” ujar kak Lina meyakinkan Juang.
Mungkin bagi orang lain mimpi Juang
terdengar sederhana, dan konyol. Tapi baginya mimpi itu adalah suatu hal yang
besar, Juang saja mencari uang untuk makan sudah kesusahan apalagi membeli suatu
barang yang sulit dibeli.
“Baik adik-adik, mimpi dan harapan
kalian sangatlah bagus. Bermimpilah setinggi dan sebesar mungkin, taka da mimpi
yang ketinggian ataukah kebesaran. Semuanya itu tak ada yang mustahil bagi
Tuhan selagi kita mau berusaha mewujudkannya dan ingat harus diimbangi dengan
berdoa juga,” kak Lina menjelaskan kepada anak jalanan itu. Dan nampak percaya
diri dari raut wajah mereka dengan mimpi-mimpi yang ia tuliskan disana.
Kami pun berdiam sejenak, berdoa
kepada Tuhan yang Maha Kuasa, kami semua yakin apa yang mereka harapkan dan
mimpikan akan tercapai suatu hari nanti. Percayalah tak ada mimpi yang kegedean
ataupun ketinggian, mimpi itu gratis, maka teruslah bermimpi dan tentunya
dengan usaha dan kerja keras untuk mewujudkannya.
“Mimpi adalah
kunci. Untuk kita menaklukkan dunia. Berlarilah tanpa lela. Sampai engaku
meraihnya” Anak jalanan
itu bersorak menyanyikan lagu Laskar Pelangi, dengan penuh kegembiraan
dan senyuman. Mereka percaya bahwa suatu saat nanti mimpi itu akan terwujudkan.
****
Tepat 10 November adalah hari ulang
tahun Juang, setiap anak jalanan berulang tahun kakak komunitas Muda-mudi
selalu memberikan hadiah sederhana untuk mereka, begitupun hadiah untuk Juang,
kakak-kakak juga telah menyiapkan kado istimewa. Kami menunggu kehadiran Juang,
namun selang satu jam Juang tak kunjung datang juga. Kami semua mencemaskan
Juang. Kak Rama dan kak Andrea telah menyusuri tempat dimana Juang bisa
mangkal, ternyata hasilnya nihil. Langit mulai gelap, dan hujan sepertinya akan
segera mengguyur bumi. Dari seberang jalan, kejauhan nampak anak kecil yang
mirip dengan Juang. Ia membawa sepasang sepatu baru, dengan raut wajah gembira
ia berjalan tanpa menengok kanan-kiri. Dan tiba-tiba “Bruaakk!” suara mobil
menghantam dengan begitu keras. Tersontak membuat orang berkerumun dan ingin
menolong korban. Tak disangka bocah dalam insiden itu adalah Juang.
“Juang!” Teriak kak Andrea dengan
wajah begitu panik.
Darah di kepala Juang semakin
mengucur, wajah Juang semakin pucat pasi, kak Rama berusaha mencari tumpangan
untuk membawanya ke rumah sakit terdekat.
“Kak mimpiku terwujud, aku bisa
membeli sepatu dengan uang yang aku kumpulkan selama ini,” ucap Juang dengan
wajah sumringah, tapi kepalanya masih bersimbah darah ditambah hujan mengguyur
mereka. Darah pun mengalir mengikuti aliran hujan.
“Juang harus kuat, kakak akan membawamu ke rumah sakit,” ucap kak Andrea. Tak begitu lama Juang menyodorkan kresek berisikan obat-obatan “Buat…ibu…,” ucapnya dengan terbata-bata. Mata Juang terpejam untuk selama-lamanya.
~TAMAT~
Social Footer