Breaking News

Cita Rasa Tradisi yang Mulai Tergusur Waktu


tTUBAN — Di pagi hari yang cerah di Desa Panyuran, Kecamatan Palang, aroma manis khas nira siwalan masih tercium dari deretan kios sederhana di pusat penjualan legen. Meski suasana tampak tenang, geliat perdagangan minuman tradisional khas pesisir Tuban itu kini tak lagi seramai dulu.

Legen, yang selama ini dikenal dengan rasa manis alaminya dan kesegaran khas hasil olahan nira pohon siwalan, kini mulai tergusur oleh maraknya minuman modern. Di tempat inilah, selama kurang lebih 15 tahun, pusat legen Panyuran menjadi ikon kebanggaan warga setempat dan destinasi favorit bagi pencinta minuman alami.

Proses pembuatan legen terbilang sederhana namun memerlukan ketelitian tinggi. Nira segar ditampung langsung dari pohon siwalan pada dini hari, lalu disaring dan sebagian direbus untuk memperpanjang masa simpan. Legen rebus mampu bertahan hingga dua hari, sementara legen segar hanya bertahan satu hari sebelum rasanya berubah menjadi lebih asam. “Kalau direbus agak lama, bisa lebih awet dan rasanya juga tetap enak,” tutur salah satu penjual yang ditemui di lokasi, Senin (27/10).

Namun di balik kesederhanaannya, para penjual legen kini menghadapi masa sulit. Sejak usai Idul Fitri 2025, penjualan legen menurun drastis. Turunnya daya beli masyarakat serta menjamurnya minuman kekinian seperti es teh, kopi susu, dan minuman kemasan instan membuat legen kehilangan banyak pelanggan setia.

“Sekarang pembeli makin jarang. Anak muda lebih suka minuman yang viral di media sosial. Kalau legen kan dianggap kuno,” ujar sang penjual yang bersama suaminya masih setia menjaga tradisi ini, meski usia mereka sudah tak muda lagi.

Selain perubahan selera pasar, kurangnya promosi dan minimnya dukungan dari lingkungan sekitar turut memperparah kondisi. Banyak generasi muda enggan meneruskan usaha keluarga, sehingga produksi legen Panyuran kian berkurang dari tahun ke tahun.

Meski demikian, semangat untuk mempertahankan warisan kuliner ini belum padam. Pasangan penjual tersebut berharap adanya dukungan dari masyarakat dan perhatian pemerintah daerah. “Kalau ada pelatihan, promosi, atau tempat jualan yang lebih layak, mungkin bisa membantu mengenalkan legen lagi ke anak-anak muda,” harapnya.

Kini, di tengah gempuran modernisasi, Legen Panyuran berdiri sebagai simbol keteguhan tradisi dan identitas lokal Tuban. Harapan pun menggantung, agar cita rasa manis dari nira siwalan ini tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tetapi terus hidup sebagai bagian dari budaya yang patut dijaga dan diwariskan. 


Reporter: kelompok 1 mahasiswa manajemen dakwah

Cari sesuatu di sini

Close